SELAMAT DATANG, Maaf Jika Dalam beberapa penulisan ada Kata/Arti yang salah ataupun Typo. Saya bukan manusia yang sempurna :)
Saat ini saya sedang fokus menulis beberapa Cerita Bersambung maupun Cerita Pendek, Mohon Doanya semoga bisa menyelesaikannya dengan baik, Terima kasih ☺

Comming Soon : CINTA DUNIA MAYA (Cerbung) By: Muhammad Yunus Siregar

Sabtu, 18 Mei 2013

Nino & Dua Dimensi Part 1



“Tik.. Tok..” dentingan suara detak jarum jam menemani kesendirianku malam itu, sebilah pinsil beserta sahabat sejatinya yaitu selembar kertas berpose kaku tepat didepan majikannya yang tertular kaku pula. sesekali kupandangi pantulan gambar dari sepotong kaca di kamar kost ku, disana ku temukan sosok seseorang yang kebingungan sendiri, tanpa seorangpun yang menemaninya. Aku lambaikan tanganku kearahnya, dia juga ikut melambaikan tangan berbalik kearahku. Ku lontarkan senyum dia juga tersenyum walau pada akhirnya aku sadar, ada isolasi transparan yang masih bisa kulihat dari sepotong kaca tersebut. Kemudian waktu sejenak terhenti, ruang dikamar kost ku tidak begitu dingin, namun mendadak desis angin mencoba menari – nari mengelilingi leherku, aku terhanyut dalam sebuah dimensi lain, dimensi yang hanya ada AKU – AKU – DIA. Ada aku yang sedang melihat sesuatu dari masa lalu. Hanya dimensi ini yang bisa membawaku tertawa menangis dan tersenyum tanpa harus berubah menjadi orang lain. Dimensi dimana hanya akulah yang mengerti, bahkan DIA sampai sekarang tidak mengerti AKU, atau aku kah yang tidak mengertikan-nya? Seketika dimensi itu lenyap tatkala dentingan suara jam di kamar kostku kembali berdetak. Kulihat masih pukul 20:40 Menit, ada banyak waktu untuk kembali ke dimensi itu. ku coba raih dengan kedua tangan ku jam dinding yang tertempel lama di kamar kost ku tersebut, debunya kemana mana namun sejenak aku kembali terpaku menyaksikan diriku sendiri yang mencoba kembali melangkah ke dimensi lain. Kaca penuh debu yang ada di jam dinding kamar ku tersebut sontak membuatku tercengang, aku kembali keniat awal, dimana aku akan menyingkirkan jam dinding tersebut dan kembali berkonsentrasi kepada dimensi tersebut.
“Nino? Nino kan?”
“Iya ini aku. Kamu kemana aja? Aku nyarikin kamu terus”
            Saat ini aku sudah berada didimensi tersebut, disini dingin, disini banyak gambar – gambar yang ku rindukan sekaligus ku benci. Di dimensi ini semua berjalan sesuai dengan alur yang ku buat, aku tuhannya. Aku bisa menghapus gambar – gambar apa saja yang melekat pada dimensi tersebut yang tidak aku sukai, perlahan demi perlahan, sedikit demi sedikit kemudian habis. Gambar – gambar itu bisa dengan mudah ku hapus dengan fikiranku dan tersisalah hanya aku dan sebuah pinsil di dimensi tersebut. Semuanya kosong, melompong. Bilik – bilik dindingnya putih bersinar, indah namun tak menarik. Karena terlalu egois bila aku memiliki dimensi seindah ini sendirian bersama pinsil tersebut. Tak lama, Seseorang datang meghampiriku, dia berjalan kearahku dan aku sangat mengenali sosoknya.
            “Dara?” celetukku dalam hati.
            “Nino? Nino..?” sayup sayup suaranya kian terdengar jelas olehku, semakin lama aku semakin tanda dengan suara yang dari awal selalu memangil namaku tersebut. Bayangan dara muncul dan menghilang seiring ku kedipkan kedua mataku.
“Dimensi seperti apa ini? kenapa bisa ada dara juga?” tuturku dalam hati, tiba tiba seseorang menepuk pundakku dari belakang, sontak aku terkejut dan berbalik badan. Betapa terkejutnya aku melihat ternyata dara yang menepuk pundakku seperti sebuah kemustahilan bisa bertemu dengannya yang mau menemuiku lagi. Aku kira bayangan – bayangan dara hanyalah halusinasi saja yang tak bisa dirasakan atau berinteraksi langsung dengannya. Aku rindu masa – masa seperti ini.
            “Nino? Mau dara bantu?” –dara.
            “Bantu?” –nino. Ada sedikit rasa bingung dicampur bahagia bisa kembali berinteraksi langsung dengannya. Namun ada banyak alasan juga untuk tidak berlama – lama didimensi ini. orang sakit tak akan mau bertemu dengan penyakitnya kembali apalagi jika pada saat itu ia sedang berusaha mengobati apa yang seharusnya sembuh.
“Kamu kelihatannya masih bingung, mari saya bantu” jemari Dara merangkul tanganku mengingatkan ku pada sesuatu hal yang dimasalalu, dimana saat itu aku bersama Dara berdua dan ku pegang erat – erat jemarinya. Sontak aku membuka mata dan apa yang terjadi? Sebuah gambar muncul, gambar saat – saat dimana aku dan Dara masih terikat hubungan dan percis sama dengan apa yang ku bayangkan, digambar tersebut aku bisa melihat saat saat aku bergandengan tangan dengannya dulu.
            “Aku pemilik dimensi ini, bukan kamu. Tolong dengarkan saya baik – baik” Tutur Dara kaku.
            “-Nino mengangguk”
            “Saat ini kamu berada di dimensi khayalan, dimana dunia ini bisa menjadi milik kamu, kamu bisa saja mengingat kejadian – kejadian yang ingin kamu ulang ataupun kamu rindukan secara otomatis ingatan kamu akan kejadian tersebut akan dicetak menjadi pajangan di dimensi ini, sekarang siapakah orang yang kamu lihat tepat dihadapanmu?”
            “Dara? Kamu kok aneh gini, ini mimpi ya?”
            -Dara menggelengkan kepalanya.
            “Jadi aku terlihat seperti Dara-kah? Dengarkan aku baik – baik karena setelah kamu mengerti aku akan hilang. Sebelum ku ceritakan lebih jauh aku mohon satu permintaan saja padamu”
            “Apa Ra? Ngomong aja apa yang kamu mau?”
            “Aku bukan dara, aku adalah halusinasimu dimana karakterku terbentuk karena imajinasimu yang paling kamu rindukan. Aku yakin dara yang kamu sebut adalah orang yang kamu cintai bukan? Tapi jangan tertipu dengan wajahku, aku tekankan sekali lagi aku bukan Dara. Aku hanya print out dari apa yang ada di fikiran kamu saat ini. Ada satu pantangan sebelum kamu meneruskan cerita didimensi ini”
            -Nino mulai sedikit mengerti maksud dari sosok Dara tersebut.
            “Oke, Apa?”
            “Jangan pernah berkedip kearahku secara berturut – turut selama 3 kali, kamu sudah 1 kali berkedip dan itu artinya kesempatan kamu didimensi ini hanyak tinggal 2 kali kesempatan lagi. Jika demikian, kamu akan tersesat didimensi ini tanpa mendengar aba – aba dan perintahku sama sekali, kamu mengerti?”
            -Nino menundukkan kepalanya kemudian mengangguk kearah sosok Dara tersebut.
            “Begini, didimensi ini kamu bisa buat cerita apa saja. Kamu disini adalah tuhan, kamu yang tentukan takdir kamu disini, terserah apa saja. Namun hanya ada satu cerita yang akan tampil di seluruh dinding didimensi ini. cerita masalalu yang membuatmu begitu menyesal kemudian ingin mengulang atau memperbaikinya, gunakan khayalan dan imajinasi kamu untuk mengubahnya, caranya sama dengan yang kamu lakukan waktu kamu memikirkan kejadian digambar tersebut”
            -Nino melihat kearah gambarnya dan Dara yang sedang bergandengan tangan.
            “Dan yang terakhir.. untuk keluar dari dimensi ini kamu cukup membayarnya dengan rasa lega dan tak akan ada lagi rasa sesal yang bersawang dihatimu. Hanya itu, tiketnya adalah keikhlasan, kamu sudah 2 kali berkedip kearah ku saat ini, apakah kamu mengerti?”
            “Aku mengerti, tapi kamu ini siapa? Dan bagaimana jika aku tidak berhasil dalam perintah kamu tersebut? Aku akan mati disini?”
            -Sosok Dara menggeleng kearahnya.
            “Aku pemilik dimensi ini, jika kamu tidak berhasil kamu tidak akan mati disini, kamu tetap keluar namun rasa sesal yang kamu rasakan masih saja ada. Anggap saja ini adalah sebuah kesempatan halusinasi dimana kamu bisa merubah penyesalan kamu dengan Dara dimasalalu, dengan begitu kamu tidak perlu terlarut dalam kesedihan dan menunggu orang yang tidak lagi mencintai kamu”
            -Nino sontak mengedipkan matanya karah sosok Dara tersebut.
            “Kamu siapa? Apa maksud kamu membawaku ke dimensi ini? keluarkan aku sekarang!”
            “Nino, kesempatan kamu sudah habis. Pesanku, pergunakan kunci – kunci yang sudah kuberikan padamu jika kamu ingin keluar dengan hadiah. Jika kamu berhasil, kamu tidak hanya membuat sosok orang dimasalalu kamu menjadi potongan – potongan gambar, kamu juga bisa berinteraksi langsung dengannya disini ataupun  didunia nyata. Semoga berhasil”
            “Tunggu duluuuuuu!!!!!” –Nino berteriak.
Aku sendirian, hanya aku sepotong gambar yang paling tidak aku suka, dan sebuah pinsil yang aku sendiri tak mengerti apa gunanya di tempat seperti ini.
            “Aku pengen keluarrrr!! Tolong keluarkan aku dari tempat ini!!!!” –Nino memukul mukulkan pinsil tersebut, namun tiba tiba saja pinsil tersebut mengerang kesakitan. Sontak nino terkejut dan melemparkan pinsil tersebut menjauh dari dirinya.
            “Hey Nino!!! Kamu tahu betapa sakitnya harus selalu dipukul para pendatang bari didimensi ini?!” –Pinsil tersebut berbicara kearah Nino yang histeris.
            “Kamu…. Kamu kenapa bisa..???” –Nino terheran.
            “Ini dimensi khayalan! Waktu kamu kecil bukannya cita – cita kamu ingin sekali memiliki pinsil ajaib? Akulah pinsil tersebut” celoteh pinsil tersebut.
            “Ini seperti mimpi.. Apakah aku sedang bermimpi?”
            “Nama kamu nino kan? Aku Riko, disini aku adalah ajudan kamu, aku akan memberitahukanmu setiap hal yang tidak kamu mengerti. Ini dimensi lain dari dunia nyata kamu. Dimensi khayalan dimana setiap orang yang terlalu lama menangisi sesuatu hal yang ia sesali terjadi. Kamu bisa perbaiki semua hal disini, untuk membayar rasa penyesalan yang kamu rasakan. Aku sangat terganggu dengan pemandangan dimensi yang kosong seperti ini, mau kah kamu memulainya?”
            “Kamu ajudanku kan? Kalo begitu keluarkan aku dari  tempat ini! Sekarang juga!!” –Nino Menggerang.
            “No! aku ajudan bukan berarti akan menolongmu dengan usaha ku! Kamu yang seharusnya berusaha untuk segera keluar dari dimensi ini, mulailah dengan menentukan takdir mana yang ingin kamu perbaiki. Pejamkan kedua mata kamu nino, kemudian bayangkan kejadian seperti apa yang ingin kau ulang dan kau perbaiki”
            “Tapi…..” –Nino mulai takut.
            “Bukankah kamu ingin segera keluar dari dimensi ini nino?”
            Aku mulai merasa takut, namun disela sela ketakutanku tersebut terlintas sebuah rasa mengerti dimana aku menganggap semua ini adalah bonus dari kesabaranku selama ini. 2 tahun sendirian dan tidak merasa sepi hanya karena perasaanku kepada Dara yang masih ada. Dan rasa sesal yang masih kurasa tatkala dulu pernah ku sakiti hatinya.
            Aku beranikan diri dan kupejamkan kedua mataku. Didalam khayalanku, aku memikirkan hal terindah yang pernah terjadi dalam hidupku dan mungkin tak akan pernah terulang lagi kecuali disini. Aku bertemu Dara kembali berkat dimensi tersebut.
===========================D I M E N S I  D I M U L A I ==============================
            Ini adalah masalalu ku. Masa dimana aku memulai semuanya, disinilah akhirnya seorang Nino dipertemukan dengannya, Dara. Saat ini tubuhku menyusut drastis hingga beberapa cm. kakiku masih bersih, dan dengan ukurannya yang masih sangat mini. Wajahku bersih tanpa jerawat dan aku masih mengenakan pakaian SD.
            “Think Nino! Kamu bisa memulainya dari cerita disini, apakah kamu ingin menentukan takdirmu untuk bertemu Dara dimasa akan depan didimensi ini? Semua itu kamu yang tentukan! Bagaimana cerita kamu setelah kamu lewati scene ini ditentukan dari awal cerita disini. You can do it!” –Petuah sang Pinsil yang tiba tiba masuk kedalam dunia ku.
            Aku berada di sebuah bangku yang ada di depan kelas, aku sedikit lupa dengan cerita ini, apakah saat itu awal aku mengenal Dara? Atau bukan? Entahlah yang jelas memang benar, aku bertemu Dara pertama kali ketika kami masih menginjak sekolah dasar dan Dara adalah adik kelas ku yang saat ini masih duduk dikelas 4. Ada banyak kerumunan anak SD disini, aku bahkan bisa kembali bertemu dengan para teman temanku ketika masih SD dulu. namun aku masih mencari – cari sosoknya, dimana Dara? Aku melihat sekerumpulan anak kelas lain yang sedang mengganggu seseorang. Aku mulai ingat! Ini adalah scene dimana Dara diganggu oleh anak kelas lain, namun dimasalalu aku hanya melihatnya saja karena tidak memiliki keberanian untuk melawan mereka karena kalah jumlah. Apakah ini adalah sebuah caraku untuk menghapus dosaku terhadap dara dimasalalu?.
            “Hey kalian! Beraninya dengan anak perempuan! Kalo berani sini sama aku!” –Nino kecil bertindak dengan gagahnya.
            “Tolong saya kak ,mereka jahat…” –Dara mulai merasa takut dengan ancaman mereka.
            “Eh anak satu ini! Nantangin? Kami ada 4 orang, dan kamu sendiri! Masih punya nyali?” –Arka.
            Arka? Ternyata yang mengganggu Dara adalah Arka? Arka adalah orang yang berhasil merebut hati Dara setelah aku. Aku bahkan benar – benar lupa akan hal ini.
            “Kamu Arka kan? Kamu tahu? Perempuan yang kamu ganggu ini akan menjadi pacar kamu kelak dewasa nanti!”
            “Nino? Aku lupa satu hal. Ingat! Jangan pernah membuat orang dimasa ini menjadi keterkaitan dengan masa depannya. Kamu tidak boleh mengatakan Arka akan menjadi Pacar Dara, itu peraturannya!” –Sang Pinsil kembali memberikan arahan.
            “Kamu ngomong apa anak culun? Eh Nino kalo kamu mau jadi pahlawan Anak ini, sini uang saku kamu semuanya buat kami, setelah itu kami tidak akan mengganggu si cingeng satu ini lagi!”
            “Kamu janji? Jika sudah ku berikan semua uang saku ku kalian tidak akan mengganggu anak ini lagi?” –Nino
            “Iya, kami janji, mana uangnya sini!”
            Akhirnya aku memberikan uang saku ku. Pada masa itu uang sakuku hanya 1000 rupiah, dan demi Dara aku rela memberikannya kepada Arka dan itu artinya aku harus menahan lapar hingga jam belajar selesai. Di cerita sebenarnya, aku menyaksikan semua ini, namun hanya menyaksikannya saja, aku melihat Dara memberikan uangnya kepada Arka dan akhirnya Dara terpaksa menahan laparnya hingga jam pelajaran berakhir. Aku berhasil memperbaikinya.
Dara terbebas dari Bully-nya Arka. Masalah baru muncul saat ini. Perutku mulai berontak karena dari sejam yang lalu kosong melompong. Rasanya nikmat sekali melihat teman teman dikelas tersebut menikmati makanan mereka masing – masing.
            “Nino ada yang nyarikin kamu tuh…” –Elya, teman semasa SD ku memanggil dan memberitahukanku bahwa ada yang sedang mencariku. Tapi siapa?
            “Hai kak, maaf ya aku yang tadi Pagi diganggu kakak senior” –Dara muncul menemuiku, ada rasa bahagia melihat scene tersebut, seandainya saja sudah dari dulu aku lakukan ini untuknya.
            “Iya Dara kamu enggak kenapa kenapa kan?” –Nino mengkhawatirkan keadaan Dara.
            “Loh kok kakak tau nama Dara?”
            “Kamu gimana sih ra, aku ini Nino loh kita kan pernah pacar……..” sontak aku memberhentikan percakapanku kepadanya, aku teringat perkataan si Pinsil. Diluar dugaan aku bahkan menganggap Dara kecil adalah Dara dewasa yang pernah menjadi bagian dari hidupku. Aku benar – benar ternostalgia dan terlarut dalam semua ini.
            “Oh, emang tau aja kok Ra. Kamu ada apa nemui kakak? Cuma mau bilang makasih aja kan? Kakak lanjut kedalam lagi ya?” –Nino
            “Eeeehh kak! Ini maksud Dara mau mau jumpain kakak pengen ngasih ini”
Dara menyodorkan tangannya yang berisi kotak makanan. Didalamnya terlihat seperti roti bantal yang sangat lezat. Ditambah dengan keadaan perutku yang sedang keroncongan. Aku & Dara duduk tepat disebuah bangku yang berada dibawah pohon di lingkungan sekolah kami, Dara terlihat cantik bahkan ketika masih duduk dibangku sekolah dasar seperti saat ini. Gigi depannya terlihat ompong namun tak mengurangi ke imutan yang aku lihat darinya.
            “Maaf ya kak, gara gara Dara uang saku kakak jadi di ambil deh” –Suara Dara melemah
            “Engga apa apa kok, lagian kakak juga emang lagi males jajan”
            “Tapi kakak kok keliatannya laper banget?” –Dara ternyata memperhatikan Nino yang begitu lahap menyantap roti bantal miliknya.
Aku hanya tertawa kecil mendengar pertanyaannya. Ku lontarkan senyum kearahnya dan Darapun berbalik membalas senyum kearahku. Rambut lurus nya yang tergerai seleher membuatku semakin jatuh kedalam cerita. Hanya ada kebahagiaan di scene saat itu, Dara masih bersikap baik denganku, aku juga begitu bahagia bisa merubah kesalahan konyol yang pernah kulakukan dimasa lalu. Namu tiba – tiba semuanya menghitam dan membuatku tersadar. Seketika aku kembali keruang putih tempat awal aku masuk kedimensi tersebut. Kulihat ukuran tubuhku sudah kembali normal dan ada Tuan Pinsil disebelahku.
            “Bagaimana? Sudah sedikit lega?” –Sang Pinsil.
            “Terlalu cepat sekali? Aku gak puas! Aku masih pengen  dalemin cerita lagi discene itu? Bagaimana caranya biar aku bias balik ke sana lagi?”
            “Nino? Kamu ini ngomong apa? Masih banyak scene yang indah yang akan kamu lewati. Jika scene kamu sudah selesai kamu tidak akan bias kembali ke scene itu lagi. Kamu sudah bahagia bisa memperbaiki apa yang salah dipertemuan awal kamu bersama Dara dulu, tenanglah masih banyak stock yang akan kamu jalani. Kamu terlalu larut dalam cerita, jangan sampai terbawa arus,      kamu harus ingat tugas kamu hanya memperbaiki apa yang salah, bukan hanyut dalam nostalgia gila!”
            “Selanjutnya Bagaimana?”
            “Kamu harus Rileks dan kita akan melanjutkannya”
Kemudian aku kembali memejamkan kedua mataku dan masuk kedalam sebuah cerita baru, cerita dimana aku bertemu kembali dengannya namun dengan usia kami yang kian beranjak dewasa. Aku ingat dengan tempatnya, suasananya, deraian angin bahkan wangi keadaan saat itu. Aku ingat siapa saja yang melewati tempat ini dan aku bahkan ingat dengan kejadian dimana aku dipertemukan kembali dengannya setelah kami lulus dari sekolah dasar yang sama. Ini adalah ruang dimana aku melihatnya kembali setelah beberapa tahun aku lupa akan sejarah tentangnya, tanpa hari ini semua kejadian dimasalalu tak akan pernah terukir indah didalam hatiku.
            “…..Dara bukan?” tegurku sembari memperhatikannya yang sedari tadi sibuk memilah milah buku yang ada ditoko buku tersebut. Tentu saja Ia masih memakai seragam putih abu – abu yang sama dengan ku. Namun kami berbeda sekolah. Dara memperhatikanku dengan seksama, matanya seakan akan mencoba mempertanyakan pada dirinya siapa-kah orang yang tepat berada didepannya saat ini.
            “Iya, Siapa ya?” Dara memberhentikan sejenak kesibukannya, Ia mencoba berkonsentrasi dengan menatapku. Hatiku tertawa kecil melihat kejadian itu, tanpa kusadari.. Aku menangis dengan sendirinya tepat didepannya, Dara.
            “Hey, maaf. Kenalin aku Nino abang kelas kamu dulu waktu di SD, ingat?” Kami saling menjabat tangan, ada maksud berbeda antara setuhan tanga yang ku rasakan. Aku benar – benar ternostalgia dengan semua ini, ini tak ada yang berbeda dengan kejadian dimana dulu aku bertemu dengannya ditempat ini. Bahkan sesekali aku sering ketempat ini kemudian bernostalgia dengan kenangan yang berotasi di depan pengelihatanku.
            “Nino? Maaf agak lupa. Eh itu kenapa kok nangis?” Dara terheran melihat linangan airmataku yang tak sengaja melintas dipipiku.
            “Oh, ini tadi kelilipan debu. Iya maklum lah kamu lupa sekarang juga uda gede, Nino rasa kalau di ganggu Arka juga uda berani dengan sendirinya ngelawan”
            “Arka? Eh tunggu dulu. Kamu abang kelasku yang pernah ngebantu aku waktu Arka gangguin aku kan? Iyaa Dara baru keinget, duh maaf ya maklum faktor usia juga nih jadi sering kelupaan. Abang apa kabarnya? Sekolah dimana sekarang?” Kerinduan itu kian terasa saat kulihat keramahan dan penghargaan yang pernah Dara berikan pada orang sepertiku. Dia masih menghargaiku, tidak membenci bahkan kurasa senang bisa bertemu denganku. Seandainya ini sama dengan kejadian nyata…
            “Nah, itu inget? Hm gimana kalo kita ceritanya sambil minum? Abang deh yang traktir, mau?”
            “Boleh, bentar ya Dara bayar buku ini dulu”
            Sejenak ada rasa bahagia yang terisolir ketakutan. Dara kelihatannya sangat antusias bisa bertemu dengan salah seorang pahlawannya ketika kecil dahulu. Apakah aku bahagia bertemu dengan boomerang ku dimasa depan?
            Aku ingat tempat ini, ini tempat kesukaan dirinya. Disinilah awal perbincangan kami yang menjurus semakin mendalam. Sebulan.. Dua bulan.. Tigaa.. Empat.. Lima.. Enam.. Tujuh.. Delapan.. & kemudian sendiri. Ya selama masa bersama, aku dan Dara banyak menghabiskan waktu ditempat ini. Itu makannya ini menjadi saksi bisu kesakralan cinta yang pernah kami rajut bersama.
            “Oh jadi sekolahnya disitu sekarang? Oh iya ngomong – ngomong masih inget ya masa kecil dulu? tapi makasi banyak loh bang udah bantuin Dara dari sikunyuk itu. Kadang suka geli kalo teringet dulu..” –Dara.
            “Inget dong, sejarah itu ga boleh dilupain gitu aja. Ya contohnya bisa jadi guyonan masa sekarang kan? Kamu sendiri aja kesini?” –Nino.
            “Hem,  tapi kan ada juga sejarah yang ga harus diinget. Harus di lupain bahkan mungkin yang baik dari yang terbaik?” Dara memberhentikan waktuku. Ia seolah olah mencoba mengingatkanku tentang bagaimana kesakitan yang Ia rasakan dulu ketika bersamaku. Rasanya benar benar menyesal pernah menyia – nyia kan orang seindah dirimu, Dara.
            “Eh, maaf bang jadi curhat gini sih. Aduh jadi malu Dara. Iya Dara kesini kebetulan sendiri, Cuma mau beli buku ini doing kok bang, kalo abang?” Buku Edelweiss yang Ia pegang juga menjadi saksi bisu awal pertemuan kami. Buku yang selalu menginspirasinya, Ia ingin sekali bisa abadi seperti bunga Edelweiss, bunga yang tumbuh di pegunungan yang tinggi dan hanya beberapa orang beruntung yag bisa memilikinya.
            “Oh kebetulan sekali, bisa pulang bareng dong?” Sontak aku tertegun. Aku ingat di sini Dara masih memiliki seorang pacar. Dan tentu saja Ia sudah terlebih dahulu membuat janji untuk pulang bersama Dalan, Pacarnya.
            “Duh maaf bang, Dara kebetulan uda ada janji pulang bareng sama temen Dara. Maaf ya?” –Wajah Dara memelas.
            “Oh iya gak masalah, oh iya boleh tau No. Handphone kamu ga? Yaa sekedar buat nyambung tali silaturahmi yang uda lama ga kesambung?”
            “Boleh kok bang, Ini kartu nama Dara”
            Dara memberikan kartu namanya kepadaku. Bahkan kartu namanya saat ini masih ku simpan rapat – rapat, tak ada keikhlasan untuk membuang ataupun memusnahkannya sama seperti hatiku yang masih begitu merasa kehilangan sosok wanita sepertinya. Aku berpamitan untuk melangkahkan kaki dan pulang meninggalkannya. Namun bukan pulang yang benar – benar pulang. Aku bersembunyi dan terus saja memperhatikannya yang sedang menunggu Dalan pacarnya, tak berselang lama akhirnya Dalan muncul dan menarik tangan Dara. Terselip kebahagiaan yang kulihat pada raut wajah Dara begitu melihat sang pacar menjemputnya. Aku hanya bisa terdiam dan terpaku, rasanya begitu iba melihat kenyataan diri sendiri tak mampu mengetahui apa yang saat ini terjadi. Seandainya saja….
            Waktu kembali berbalik pada rotasinya, aku kembali berdua bersama dengan tuan pinsil.kulihat sudah muncul beberapa gambar baru yang menghiasi kekosongan dimensi tersebut.
            “Kalau saja pada kenyataannya kamu sudah menolongnya dari orang yang pernah menjahatinya, mungkin pertemuan kalian akan lebih indah dari apa yang kau rasakan saat ini” Tutur tuan Pinsil kearahku.
            “Iya aku mengerti, sudah terjadi tak akan terulang lagi di kenyataan hidupku”
            “Kamu menyesal karena apa? Karena pertemuan pertama ini? Seharusnya kamu berbahagia”
            “Bukan, aku bukan menyesal..”
            “Jadi?”
            “Aku hanya takut apakah setelah ini selesai aku bisa bertahan di kehidupan nyata dengan semua hal yang saat ini ku lewati?”
            Paman Pinsil tersenyum kearahku, Ia mencoba memberikan kekuatan kepada manusia yang putus asa ini.
            “Duduk lah sebentar, akan kuceritakan sesuatu hal dengan anak – anak yang berhasil melewati dimensi ini”
            “Mereka yang berhasil tidak bertumpu pada sebuah kenyataan yang ada, optimistic yang mereka punya membuat arah pengelihatan mereka meruncing menjadi suatu hal yang mereka nikmati, banyak yang menangis namun mereka mampu mengartikan airmata yang terjatuh sebagai tetesan kebahagiaan yang dulu begitu saja mereka lewati. Kamu juga harusnya bisa berfikir seperti mereka, anggap saja disini kamu hanya memperbaiki bagian rumah yang rusak akibat gempa, buanglah puing – puing itu dan berfikirlah bahwa sesuatu dengan keihklasan akan berbuah manis. Bukan kah Dara juga yang mengatakan kalimat itu padamu?”
            Aku menangis. Aku tak mengerti, aku ingin melewati ini namun sakitnya luar biasa. Sesak didada bergumpal membelengguku. Aku tak tahu harus berbuat apa. Banyak sekali hal yang ingin ku lewati lagi bersamanya, namun kenyataan tetaplah kenyataan. Seandainya aku Tuhan, mungkinkah ku perbaiki ini semua? Mungkinkah ku takdirkan seorang Dara untuk kembali lagi mencintaiku? Atau mungkinkah pada akhirnya aku mati dengan penyesalan dan kebohongan yang sengaja kuciptakan untuk mengelabui semua orang?
            “Menangis tidak lebih baik dari membekukan waktu jika dalam tangisan itu kau hanya berharap apa yang kau inginkan bisa terjadi”
            Dear Nino..
“Waktu ga akan pernah kembali jika terus berjalan ditempat saja kamu ga akan pernah mendapatkan kebahagiaan lagi”
“Jika aku mampu, aku pasti akan melakukan hal yang kau inginkan, Namun jika terjadi hanya untuk menyakitimu untuk apa?”
“Aku engga ngarep pertemuan kita bakal buat ceritanya ribet gini, gini aja deh aku uda punya orang kita uda tentuin jalan kita masing masing & itu kamu yang tentuin!
“Semua orang pernah belajar dari rasa sakit no, namun buat mereka rasa sakit adalah tabiat dari kesalahan yang membantu mereka merasa menyesal”
“Aku yakin, kita akan bertemu disimpang jalan dengan sisi lain dari hati orang yang kita cintai, bukan hati kita”
“Pria sepertimu layak mendapatkan wanita yang lebih baik dari seorang ‘AKU’ “
            Hai Dara? Ternyata memahami falsafah kehidupan yang diseliri oleh cinta lebih sullit dari menjabarkan rumus algoritma ataupun aljabar. Lebih baik seorang Nino diberi pilihan minum susu atau makan daging kodok dari pada harus memilih hatiku atau hatimu. Semua orang pernah gagal dan melangkah ataupun mundur keanak tangga setapak lagi adalah pilihan masing – masing. Namun untuk seseorang sepertiku pasti akan memilih melangkah pergi dan tersadar dari mimpi panjang, namun sepertinya kata “Move On” ga cukup buat ngeyakinkan diri untuk terlepas dari kebodohan. Kata kata diatas adalah balada darimu dulu, kata kata yang timbul setelah aku hancurkan perasaanmu yang begitu besar padaku dulu & setelahnya aku menyesal pernah menyia nyiakan penghuni surga sepertimu. Tapi……………..
            Rasanya tidak adil melihatmu bahagia bersamanya dan kenyataan aku yang melihat kebahagiaanmu dengan orang yang saat ini kau cinta, itu sama saja dengan aku menjarit – jarit lenganku dengan pisau. Awal pertemuan di SD, Hingga perkenalan selanjutnya sampai akhirnya ku dapatkan hatimu lalu kusakiti dan kusesali, aku sekarang sadar akan scenario Tuhan yang sengaja ingin menciptakan karakterku yang lebih baik dikedepannya. Aku belajar untuk kehilangan hal kecil untuk kehilangan hal yang lebih besar. Aku tak benar benar kehilanganmu kan?
            Kau masih disini, hanya perasaan kita saja yang tidak lagi berotasi sama.



BERSAMBUNG……..